Friday, January 20, 2012

belukar



19/01/2012 17.52 wita
 Baru nyadar ternyata ada pohon segini, ruwet #hammer #howthis? :)

mendung :|




19/01/2012 18.22 wita 
effectnyahh :| bad camera, really nice the original picture

bestfriend




14/01/2012 17.47 wita
 Mushroom under sicas ;))) <3



19/01/2012 18.21 wita 
Ilalang menunggu maghrib. 

Sabar. Marah. Maaf.


Sabar itu memang indah, tapi kok susah ya untuk dilakukan. Seringkali mencoba untuk bertetap selalu sabar, yaahh awal sampai tengah berhasil, tapi bagaimana dengan akhirnya? Pernah juga berhasil sampai akhir dan hasilnya? Sungguh nikmat yang sangat sangat! Bagaimana dengan menahan amarah, cobalah kawan untuk tidak menahan apakah ada rasa gelisah? Apa ada rasa tidak enak perasaan terhadap orang yang kita marahi? Pasti ada, pasti saya jamin. Karena ini yang terjadi pada diri saya bahkan anda juga, jika tidak berarti saya yang keliru? Bukan. Anda yang belum merasakannya saja. dan cobalah untuk menahannya, setelah menahan seakan-akan kemarahan tadi tidak pernah terjadi, betul? Setelah menahan anda merasa tenang yah tidak ada beban, bahkan mungkin anda akan menertawakan diri anda jika amarah tadi kesampaian, bagaimana :) ? Coba kita juga lebih mudah untuk meminta maaf, berlombalah untuk meminta maaf kawan, berlombalah hadiahnya sudah dijanjikan allah pada ummatnya, nikmatnya meminta maaf yang akan menjadi masalah tidak jadi menjadi masalah, hati terasa ringan serta tenang, ini nyata. anda mengerti maksud saya? Semoga iya. sekali lagi saya menulis ini pengalaman pribadi saja, untuk di share ke kawan-kawan :) semoga menjadi Sabar, menahan amarah serta menang dalam meminta maaf membuat hidup kita semakin lebih menghargai satu sama lain :)) meskipun saya seutuhnya belum. semoga dapat berubah. =)

..

.. time!

Sunday, January 8, 2012

there'sno perfect father but a father will always perfectly


..


Ayah


Pada suatu petang seorang tua bersama anak mudanya yang baru menamatkan pendidikan tinggi duduk berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan suasana di sekitar mereka.
Tiba-tiba seekor burung gagak hinggap di ranting pokok berhampiran. Si ayah lalu menuding jari ke arah gagak sambil bertanya,
“Nak, apakah benda itu?”
“Burung gagak”, jawab si anak.
Si ayah mengangguk-angguk, namun sejurus kemudian sekali lagi mengulangi pertanyaan yang sama. Si anak menyangka ayahnya kurang mendengar jawabannya tadi, lalu menjawab dengan sedikit kuat,
“Itu burung gagak, Ayah!”
Tetapi sejurus kemudian si ayah bertanya lagi pertanyaan yang sama.
Si anak merasa agak keliru dan sedikit bingung dengan pertanyaan yang sama diulang-ulang, lalu menjawab dengan lebih kuat,
“BURUNG GAGAK!!” Si ayah terdiam seketika.
Namun tidak lama kemudian sekali lagi sang ayah mengajukan pertanyaan yang serupa hingga membuat si anak hilang kesabaran dan menjawab dengan nada yang kesal kepada si ayah,
“Itu gagak, Ayah.” Tetapi agak mengejutkan si anak, karena si ayah sekali lagi membuka mulut hanya untuk bertanya hal yang sama. Dan kali ini si anak benar-benar hilang sabar dan menjadi marah.
“Ayah!!! Saya tak tahu Ayah paham atau tidak. Tapi sudah 5 kali Ayah bertanya soal hal tersebut dan saya sudah juga memberikan jawabannya. Apa lagi yang Ayah mau saya katakan????
Itu burung gagak, burung gagak, Ayah…..”, kata si anak dengan nada yang begitu marah.
Si ayah lalu bangun menuju ke dalam rumah meninggalkan si anak yang kebingungan.
Sesaat kemudian si ayah keluar lagi dengan sesuatu di tangannya. Dia mengulurkan benda itu kepada anaknya yang masih geram dan bertanya-tanya. Diperlihatkannya sebuah diary lama.
“Coba kau baca apa yang pernah Ayah tulis di dalam diary ini,” pinta si Ayah.
Si anak setuju dan membaca paragraf yang berikut.
“Hari ini aku di halaman melayani anakku yang genap berumur lima tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon berhampiran. Anakku terus menunjuk ke arah gagak dan bertanya,
“Ayah, apa itu?”
Dan aku menjawab,
“Burung gagak.”
Walau bagaimana pun, anakku terus bertanya soal yang serupa dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama. Sehingga 25 kali anakku bertanya demikian, dan demi rasa cinta dan sayangku, aku terus menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahunya.
Aku berharap hal ini menjadi suatu pendidikan yang berharga untuk anakku kelak.” Setelah selesai membaca paragraf tersebut si anak mengangkat muka memandang wajah si Ayah yang kelihatan sayu. Si Ayah dengan perlahan bersuara,
” Hari ini Ayah baru bertanya kepadamu soal yang sama sebanyak 5 kali, dan kau telah hilang kesabaran serta marah.”
Lalu si anak seketika itu juga menangis dan bersimpuh di kedua kaki ayahnya memohon ampun atas apa yg telah ia perbuat.

Thursday, January 5, 2012

galesong selatan

pernah rasanya ke pantai tapi hujan? ini aneh tapi nyata hujan badai pun dilewati demi ke pantai udah tau hujan deres masih juga kepantai.. yahh beginilah namanya juga orang yang konsisten :p #alesaaann huaahahaaa sedikit berbagi foto tweter karena saking galau nya antara senang-tidak senang -_____-





:))))))